Kamis, 17 Februari 2011

Mengurai Simpul Kekerasan Terhadap Ahmadiyah

Kekerasan terhadap kaum minoritas kembli terjdi, minggu (6/2) jemaat Ahmadiyah di Pandeglang Banten menjdi bulan-bulanan masa.
Negara memang menjamin warga negaranya untuk beragama, berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat, ini tertuang di Pasal 28 e UUD 45. Namun apa yg terjadi pada Ahmadiyah? Penghakiman yang terjadi adalah akibat dari tidak tanggapnya dan tegasnya Pemerintah dalam hal ini.

Ahmadiyah hadir bukan sebagai agama, Melainkan kepercyaan yang kemudian mengobrak abrik tatanan kepercyaan umat Islam yg telah kokoh sblmnya. Ulama islam dunia pun tidak pernh meyakini akan adanya Rosul setelah Muhammad SAW. Sejak dari sepiniggalan Muhammad hingga munculnya ahmadiyah di pakistian. Hal inilah yang merisaukakan umat Islam.
Indonesia sebagai negara mayoritas muslim hal ini seprti ganguan atas tatanan kehidupn yang telah lama ada.
Sekelompok orang pada awalnya telah melakukan usul agar ahmadiyah di bubarkan. Kalau saja ahmadiyah bukanlah aliran kepercyaan yg menggangu keprcyaan orang muslim dan membentuk agama baru. Mungkn saja orang muslim indnesia tak akan tergangu.
Namun satu hal yg telah pasti dan telah di ketahui bersama bahwa bibit-bibit pemicu kekerasan telah terlihat, namun pemerintah tak tanggap dan tegas hingga SKB 3 mentri tak membuahkan kepastian mutlak apapun.
Lalu kekerasan yang terjadi tetaplah sebuah kesalahan besar dan harus di tindak tegas.
Kemajemukan dan ketentraman di negeri tetaplah harus kita jaga.
Gelombng perotes dan aksi terhadap kekerasan ini kita harapkan tidak menjadi tunggangan yg mengobrak abrik kebranekaragaman kita.
Ahmadiyah juga silahkan menjadi dan membentuk agama baru sesuai dengan kepercayaan mereka. Namun janganlah menggangu tatanan kepercayaan umat Islam yang telah dipercayai sejak dulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar