Seperti biasa, masa pemilu
dipenuhi dengan hingar bingar politik, saling mengkritik lawan sesuai dengan
tujuan politik masing-masing. Sayangnya, dialog berdemokrasi miskin akan dialog
yang memberikan pandangan terhadap kondisi ke-Indonesia-an. Sibuk merebut kuasa
dengan kata mencintai negeri, namun lupa merawatnya untuk tetap kita sebut
Republik Indonesia.
Ada topik kritik menarik yang
sebenarnya muncul dalam pesta demokrasi kali ini. Namun, kritik ini hanya untuk
serangan lawan politik, bukan berdasar pada kritik membangun negeri. Kritik ini
berisikan kebijakan perokonomian Indonesia pada masa pemerintahan Megawati,
sebuah ketakutan akan terulang kembalinya berbagai macam privatisasi. Mulai
dari Privatisasi satelit Komunikasi hingga privatisasi air.
Privatisasi; Pemangkasan Peran Negara
Tak sesuai dengan citra Megawati
dengan PDIP-nya, partai yang dibangun sebagai partai “wong cilik” dengan “merah”
sebagai simbolnya. Merah identik sekali dengan sosialis atau komunis layaknya
Rusia, China dan Korea Utara, dimana kewenangan perekonomian secara penuh
dimiliki oleh Negara, Negara adalah alat kuasa untuk menentukan arah kebijakan
ekonomi secara penuh, hingga kepemilikan adalah milik Negara. Harga tidak
ditentukan oleh pasar tapi Negara. Lalu, privatisasi adalah sebuah model menswastakan
milik Negara, memberikan kewenangan kepada pasar untuk berkuasa secara penuh
dalam memainkan perekonomian sebuah Negara.
Jika Negara yang diberikan
kedaulatan untuk mengurus rakyatnya bagaimana mungkin Negara memastikan
rakyatnya bisa makan atau membeli barang kebutuhan pokok jika untuk menentukan
harga saja Negara tidak bisa. Negara menjamin keberlangsuangan hidup rakyatnya
namun jaminan apa yang bisa diberikan jika Negara tak punya kuasa untuk itu.
Sistem ekonomi seperti ini sering juga disebut dengan prinsip ekonomi pasar.
Prinsip ekonomi pasar dicetuskan
oleh Adam Smith dengan istilah yang sangat terkenal “Invisible hand” atau “the
hidden hand of the market” adalah sebuah mekanisme alokasi sumber daya
dalam menentukan komoditas secara riil. Maka kelangkaan komoditas di dalam
pasar akan senantiasa mendorong tingginya harga tersebut. Sebaliknya, over supply komoditas tersebut akan pula
mendorong turunnya harga secara otomatis. Naik dan turunnya harga yang ditentukan
oleh besar dan kecilnya pasokan sebuah komoditas inilah yang disebut sebagai the invisible hand yakni pengaturan
harga yang semata-mata ditebtukan oleh mechanism permintaan dan penawaran.
Bukan sesuatu yang berada diluar mekanisme pasar. Dalam arti bahwa perekembangan
ekonomi akan berlangsung dengan pesat apabila semua faktor di dalam sistem itu
mendapatkan kesempatan yang sama tanpa perlu didukung oleh actor-aktor
non-ekonomi. Sistem pasar ini pula yang sering kita dengar sebagai sitem
ekonomi liberal atau neo liberal.
Merujuk pada gagasan ekonomi
pasar, Indonesia tidak hanya menganut ini pada masa pemerintahan Megawati. Penegasan
kita pada sistem ekonomi pasar juga terlihat jelas pada pemerintahan Presiden
SBY. Hal ini terbukti dari pertumbuhan ekonomi yang memang melaju tinggi dan
kaku namun belum menciptakan pemerataan kersejateraan akibat haluan kebijakan
ekonomi yang didikte oleh pasar (Kompas, 3/4/14). Hasil penelitian yang dilakukan Institute for Development of Economics and
Finance (Indef) menunjukkan rasio gini nasional indoneia mencapai 0,41,
angka yang menunjukkan ketmpangan semakin melebar (baca; sebagai bahan
pertimbangan rasio gini di Tunisia dan mesir pada saat kerusuhan di angka
0,45).
Negara benar-benar terlihat absen
dalam menentukan kondisi perekonomian. Pemahaman orientasi pasar benar-benar
membuat kita tergantung pada pasar. Maka kebijakan kita pun mendorong
pertumbuhan semu. Ekonomi tumbuh, namun impor luar biasa besarnya. Kebijakan perekonomian kita lebih mementingkan
pertumbuhan yang tidak berorientasi ekpor seperti industri manufaktur dan
pertanian yang akhirnya membuat lapangan pekerjaan rendah. Lebih mudah untuk
mendapatkan kredit property di Papua
ketimbang sektor pertanian, padahal masyarakat kita masih banyak yang
mengandalkan sektor pertanian untuk menopang hidup. Namun, dari 26,14 juta
rumah tangga usaha pertanian pada 2013, sebanyak 14, 25 juta rumah tangga
(55,33%) masuk kategori petani gurem.
Red Capitalism; Kapitalisme yang dipimpin Negara
Memandang kondisi kekinian
Indonesia yang digaungkan sebagai Negara yang menganut sistem ekonomi
konstitusi layak rasanya untuk kita berkaca pada kebangkitan ekonomi yang
dibanggun Cina, Brazil dan India. Negara yang sedikit keluar dari pakemnya
untuk menegaskan posisi Negara dalam perokonomian dunia.
Kebangkitan Cina sebagai salah
satu kebangkitan ekonomi dunia baru, banyak menggelitik Negara-negara lain dan
para ekonom, untuk mengkaji apa yang sebebarnya yang sedang terjadi di balik
kebangkitan perekonomian Cina. Saat Eropa dan Amerika mengalami krisis, Cina
tak bergeming dan semakin memposisikan diri sebagai kutub kebangkitan
perekonomian dunia.
Cina memulai “Red-Capitalist” nya, dengan membangun Cnooc
(China offshore Oil Corporation) yang
menjadi raksasa perusahaan minyak dunia dan juga telah mengakusisi perusahaan
energy kanada Nexen Inc. Perusahaan minyak yang menciptakan persetujuan ekonomi
terbesar besar (blockbuster deal)
karena pembelian terhadao Nexen membutuhkan persetujuan UU Amerika serikat. dan
Cnooc adalah perusahaan BUMN milik Cina atau disebut dengan SOEs as enterprise in which all asset are owned by the state. (Fachry
Ali:2013)
Dengan menjeburkan BUMNnya ke
dunia kapitalis Cina tak hanya memperoleh keuntungan ekonomi. BUMN Cina menjadi
soft power Negara dalam kancah
global. Ekspansi di kancah global terlihat dari bagaimana perusahan-perusahan Cina
yang berbisnis di luar negeri membangun jalan-jalan di Asia, menyemai kedele di
Amerika Latin, menggali mineral di Afrika Selatan, hampir semua adalah miliki Negara.
Cina dipimpin oleh partai Komunis
Cina (PKC), Partai yang memiliki idiologi komunis namun memproyeksi kekuatan
ekonomi Cina dalam rangkah kapitalis. Kebangkitan Cina tentulah berdampak pada
kesejahteraan penduduknya. Bahkan dalam banyak catatan tempat wisata dan pusat
perbelanjaan di tiap benua, terdapat banyak wisatawan yang berasal dari Cina.
Harapan besar bahwa Indonesia
mampu memiliki bargaining di kancah
perekonomian global dengan memajukan perusahaan milik Negara di kuali kapitalis.
Kekuatan ekonomi ini nantinya diharapkan mampu meningkatan pendapatan
pemerintah pusat/daerah diluar pajak. Pendapatan asli daerah akan meningkat dan
menyokong kemandirian APBN dan APBD sehingga pertumbahan perekonomian di
Indonesia bisa merata. -Meski kita tetap memiliki rasa takut bahwa intervensi
terhadap BUMN bisa menjadi alat politik penguasa sebagai sumber pendanaan
politik, untuk itu pula pemberantasan korupsi dan prinsip akuntabilitas harus
tetap dijaga dan diperjuangkan.-
Sebenarnya, di sektor perbankan
kita sudah menerapkan logika ini, dimana Bank Pembangunan Daerah yang sahamnya
dimiliki oleh pemerintah daerah tidak hanya berfungsi sebagai kas dearah namun
juga memerankan fungsinya sebagai perusahaan perbankan. BPD menyalurkan kredit,
menerima tabungan dan banyak produk perbankan lainnya. Bukan tidak menutup
kemungkinan logika ini berkembang lebih luas dengan tetap mempertimbangkan
potensi dan keunggulan daerah, sembari terus membenahi sumber daya agar setiap
daerah di Indonesia mampu untuk itu. Indonesia yang maju dan tumbuh sebagai
sebuah Negara sejahtera juga ditunjukkan dari maju dan sejahteranya penduduk di
setiap jengkal tanah Indonesia.
Catatan Akhir
Proses demokrasi sebagai upaya
transisi pemegang kekuasaan di negeri ini sudah dimulai, pemilu legislative
sudah berlalu, selanjutnya pemelihan Presiden sudah di depan mata. Oktober
tahun ini sudah pasti Presiden kita adalah prsiden yang baru. Parlemen sebagai
legislator tetap memiliki pengaruh besar terhadap arah kebijakan Indonesia ke
depan. Karena Amanat UUD kita, parlemenlah yang memiliki kekuasaan untuk
mempuat kebijakan berdasarkan peraturan.
Sistem Presidensial yang dianut
oleh Indonesia meletakkan kekuasaan yang besar kepada Presiden untuk menentukan
arah kebijakan dalam kerangka pantauan UU yang di sahkan di DPR-RI. Lalu, Kemanakah
arah kebjakan ekonomi kita? Kebijakan yang akan mempengaruhi kehidupan orang
banyak seperti apa yang akan kita rasakan? Mengurangi kemiskinan, memastikan
setiap rakyat Indonesia bisa makan, dan hidup dengan sejahtera itu adalah ada
tanggung jawab Sang penentu arah kebijakan negeri ini. Negara harus kuat untuk
memastikan bahwa perekonomian yang berkelanjutan ini berfungsi untuk
mensejahterakan Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar