Kamis, 10 April 2014

Red Capitalism; Kapiltalisme yang Dipimpin Negara


Seperti biasa, masa pemilu dipenuhi dengan hingar bingar politik, saling mengkritik lawan sesuai dengan tujuan politik masing-masing. Sayangnya, dialog berdemokrasi miskin akan dialog yang memberikan pandangan terhadap kondisi ke-Indonesia-an. Sibuk merebut kuasa dengan kata mencintai negeri, namun lupa merawatnya untuk tetap kita sebut Republik Indonesia.

Ada topik kritik menarik yang sebenarnya muncul dalam pesta demokrasi kali ini. Namun, kritik ini hanya untuk serangan lawan politik, bukan berdasar pada kritik membangun negeri. Kritik ini berisikan kebijakan perokonomian Indonesia pada masa pemerintahan Megawati, sebuah ketakutan akan terulang kembalinya berbagai macam privatisasi. Mulai dari Privatisasi satelit Komunikasi hingga privatisasi air. 

Privatisasi; Pemangkasan Peran Negara
Tak sesuai dengan citra Megawati dengan PDIP-nya, partai yang dibangun sebagai partai “wong cilik” dengan “merah” sebagai simbolnya. Merah identik sekali dengan sosialis atau komunis layaknya Rusia, China dan Korea Utara, dimana kewenangan perekonomian secara penuh dimiliki oleh Negara, Negara adalah alat kuasa untuk menentukan arah kebijakan ekonomi secara penuh, hingga kepemilikan adalah milik Negara. Harga tidak ditentukan oleh pasar tapi Negara. Lalu, privatisasi adalah sebuah model menswastakan milik Negara, memberikan kewenangan kepada pasar untuk berkuasa secara penuh dalam memainkan perekonomian sebuah Negara. 


Jika Negara yang diberikan kedaulatan untuk mengurus rakyatnya bagaimana mungkin Negara memastikan rakyatnya bisa makan atau membeli barang kebutuhan pokok jika untuk menentukan harga saja Negara tidak bisa. Negara menjamin keberlangsuangan hidup rakyatnya namun jaminan apa yang bisa diberikan jika Negara tak punya kuasa untuk itu. Sistem ekonomi seperti ini sering juga disebut dengan prinsip ekonomi pasar.

Prinsip ekonomi pasar dicetuskan oleh Adam Smith dengan istilah yang sangat terkenal “Invisible hand” atau “the hidden hand of the market” adalah sebuah mekanisme alokasi sumber daya dalam menentukan komoditas secara riil. Maka kelangkaan komoditas di dalam pasar akan senantiasa mendorong tingginya harga tersebut. Sebaliknya, over supply komoditas tersebut akan pula mendorong turunnya harga secara otomatis. Naik dan turunnya harga yang ditentukan oleh besar dan kecilnya pasokan sebuah komoditas inilah yang disebut sebagai the invisible hand yakni pengaturan harga yang semata-mata ditebtukan oleh mechanism permintaan dan penawaran. Bukan sesuatu yang berada diluar mekanisme pasar. Dalam arti bahwa perekembangan ekonomi akan berlangsung dengan pesat apabila semua faktor di dalam sistem itu mendapatkan kesempatan yang sama tanpa perlu didukung oleh actor-aktor non-ekonomi. Sistem pasar ini pula yang sering kita dengar sebagai sitem ekonomi liberal atau neo liberal. 

Merujuk pada gagasan ekonomi pasar, Indonesia tidak hanya menganut ini pada masa pemerintahan Megawati. Penegasan kita pada sistem ekonomi pasar juga terlihat jelas pada pemerintahan Presiden SBY. Hal ini terbukti dari pertumbuhan ekonomi yang memang melaju tinggi dan kaku namun belum menciptakan pemerataan kersejateraan akibat haluan kebijakan ekonomi yang didikte oleh pasar (Kompas, 3/4/14).  Hasil penelitian yang dilakukan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menunjukkan rasio gini nasional indoneia mencapai 0,41, angka yang menunjukkan ketmpangan semakin melebar (baca; sebagai bahan pertimbangan rasio gini di Tunisia dan mesir pada saat kerusuhan di angka 0,45). 

Negara benar-benar terlihat absen dalam menentukan kondisi perekonomian. Pemahaman orientasi pasar benar-benar membuat kita tergantung pada pasar. Maka kebijakan kita pun mendorong pertumbuhan semu. Ekonomi tumbuh, namun impor luar biasa besarnya.  Kebijakan perekonomian kita lebih mementingkan pertumbuhan yang tidak berorientasi ekpor seperti industri manufaktur dan pertanian yang akhirnya membuat lapangan pekerjaan rendah. Lebih mudah untuk mendapatkan kredit property di Papua ketimbang sektor pertanian, padahal masyarakat kita masih banyak yang mengandalkan sektor pertanian untuk menopang hidup. Namun, dari 26,14 juta rumah tangga usaha pertanian pada 2013, sebanyak 14, 25 juta rumah tangga (55,33%) masuk kategori petani gurem.

Red Capitalism; Kapitalisme yang dipimpin Negara
Memandang kondisi kekinian Indonesia yang digaungkan sebagai Negara yang menganut sistem ekonomi konstitusi layak rasanya untuk kita berkaca pada kebangkitan ekonomi yang dibanggun Cina, Brazil dan India. Negara yang sedikit keluar dari pakemnya untuk menegaskan posisi Negara dalam perokonomian dunia.

Kebangkitan Cina sebagai salah satu kebangkitan ekonomi dunia baru, banyak menggelitik Negara-negara lain dan para ekonom, untuk mengkaji apa yang sebebarnya yang sedang terjadi di balik kebangkitan perekonomian Cina. Saat Eropa dan Amerika mengalami krisis, Cina tak bergeming dan semakin memposisikan diri sebagai kutub kebangkitan perekonomian dunia.

Cina memulai “Red-Capitalist” nya, dengan membangun Cnooc (China offshore Oil Corporation) yang menjadi raksasa perusahaan minyak dunia dan juga telah mengakusisi perusahaan energy kanada Nexen Inc. Perusahaan minyak yang menciptakan persetujuan ekonomi terbesar besar (blockbuster deal) karena pembelian terhadao Nexen membutuhkan persetujuan UU Amerika serikat. dan Cnooc adalah perusahaan BUMN milik Cina atau disebut dengan SOEs as enterprise in which all asset are owned by the state. (Fachry Ali:2013)

Dengan menjeburkan BUMNnya ke dunia kapitalis Cina tak hanya memperoleh keuntungan ekonomi. BUMN Cina menjadi soft power Negara dalam kancah global. Ekspansi di kancah global terlihat dari bagaimana perusahan-perusahan Cina yang berbisnis di luar negeri membangun jalan-jalan di Asia, menyemai kedele di Amerika Latin, menggali mineral di Afrika Selatan, hampir semua adalah miliki Negara.
Cina dipimpin oleh partai Komunis Cina (PKC), Partai yang memiliki idiologi komunis namun memproyeksi kekuatan ekonomi Cina dalam rangkah kapitalis. Kebangkitan Cina tentulah berdampak pada kesejahteraan penduduknya. Bahkan dalam banyak catatan tempat wisata dan pusat perbelanjaan di tiap benua, terdapat banyak wisatawan yang berasal dari Cina. 

Harapan besar bahwa Indonesia mampu memiliki bargaining di kancah perekonomian global dengan memajukan perusahaan milik Negara di kuali kapitalis. Kekuatan ekonomi ini nantinya diharapkan mampu meningkatan pendapatan pemerintah pusat/daerah diluar pajak. Pendapatan asli daerah akan meningkat dan menyokong kemandirian APBN dan APBD sehingga pertumbahan perekonomian di Indonesia bisa merata. -Meski kita tetap memiliki rasa takut bahwa intervensi terhadap BUMN bisa menjadi alat politik penguasa sebagai sumber pendanaan politik, untuk itu pula pemberantasan korupsi dan prinsip akuntabilitas harus tetap dijaga dan diperjuangkan.-

Sebenarnya, di sektor perbankan kita sudah menerapkan logika ini, dimana Bank Pembangunan Daerah yang sahamnya dimiliki oleh pemerintah daerah tidak hanya berfungsi sebagai kas dearah namun juga memerankan fungsinya sebagai perusahaan perbankan. BPD menyalurkan kredit, menerima tabungan dan banyak produk perbankan lainnya. Bukan tidak menutup kemungkinan logika ini berkembang lebih luas dengan tetap mempertimbangkan potensi dan keunggulan daerah, sembari terus membenahi sumber daya agar setiap daerah di Indonesia mampu untuk itu. Indonesia yang maju dan tumbuh sebagai sebuah Negara sejahtera juga ditunjukkan dari maju dan sejahteranya penduduk di setiap jengkal tanah Indonesia.

Catatan Akhir
Proses demokrasi sebagai upaya transisi pemegang kekuasaan di negeri ini sudah dimulai, pemilu legislative sudah berlalu, selanjutnya pemelihan Presiden sudah di depan mata. Oktober tahun ini sudah pasti Presiden kita adalah prsiden yang baru. Parlemen sebagai legislator tetap memiliki pengaruh besar terhadap arah kebijakan Indonesia ke depan. Karena Amanat UUD kita, parlemenlah yang memiliki kekuasaan untuk mempuat kebijakan berdasarkan peraturan.

Sistem Presidensial yang dianut oleh Indonesia meletakkan kekuasaan yang besar kepada Presiden untuk menentukan arah kebijakan dalam kerangka pantauan UU yang di sahkan di DPR-RI. Lalu, Kemanakah arah kebjakan ekonomi kita? Kebijakan yang akan mempengaruhi kehidupan orang banyak seperti apa yang akan kita rasakan? Mengurangi kemiskinan, memastikan setiap rakyat Indonesia bisa makan, dan hidup dengan sejahtera itu adalah ada tanggung jawab Sang penentu arah kebijakan negeri ini. Negara harus kuat untuk memastikan bahwa perekonomian yang berkelanjutan ini berfungsi untuk mensejahterakan Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar