Lusuh memandang langit menunggu mati
Lemah berjalan terseok-seok menjawab tujuan
Usang memandang sengatan hati
Tak berujar degup-degup jantung menanti kafan
Telaga biru membelai mesra
sedangkan langit biru menjadi hantu
Lumut pohon bisu bertajuk
sedangkan jejak menghujam batu
Berdiri tanpa nyawa memandang langit
Aku mati pada nafas hati berjinjit
Lirih sendal jepit menopak pongah manusia kerempeng
Lusuh tulang di balut kaus putih
Aku meminta telaga biru menelanku dengan mesra
Saat rahasia langit biruh membuihku
Aku daun berguguran, menguning lalu mati
Aku pohon krontang menunggu mati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar