Wajahnya
bukan puisi, syair atau prosa yang melekuk menjadi bentuk. wajahmu lebih dari sekedar "kata" Damono, Ibandi, Bahkan Rumi. Ini lebih gila dari majnun yang
menggilakan laila...
Lama
tak saling menyapa, lalu semuanya begitu formal, melihat namamu saja aku
menjadi kaku untuk menari di atas altar kata-kata untuk keakraban.
Aku berpuisi untuk untukmu dengan sajak yang aku tidak mengerti maknanya, dan apa yang ku rindu untukmu memang tak bermakna.
Awan yang melebur saja tak pernah marah pada hujan, dan kayu bakar tak
marah pada api yang membuatnya menjadi abu begitu kata Damono
menggambarkan cinta, dan saat ini aku berbicara dengan syair, izinkan
wajahku menjadi wajah telaga
Merona saat disulut cinta, menangis saat batin kehilangan kata. kita hanya menyapa dan aku ingin lebih...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar