Aku ingin merahasiakan rindu seperti hujan bulan juni yang tabah itu. Sapardi selalu tahu membuat para perindu untuk bisa bermain bersama hujan, dan aku tak mampu merahasikan rinduku.
Hari sudah sangat larut, aktifitas manusia sudah mulai padam, namun lampu jalan masih temaram. Langit jakarta gelap hingga bintang tak terlihat, bukan kerena kabut tapi karena polusi yang ditengarai kerakusan manusia.
Malam ini hingga tiga puluh malam ke depan adalah malam milik bulan Juni. Juni. Angin membawa angan melayang ke bait demi bait syair Sapardi Djoko Damono yang terkenal itu. setiap Juni datang selalu ada yang membincangkannya. Syair ini akan hidup sepanjang Juni masih ada.
Rinduku pun semakin menjadi dengan gema musikalisasi Hujan di Bulan Juni. Perlahan ku ketik huruf demi huruf di telepon genggam berbaju putih ini.
Hujan di Bulan Juni
Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan di bulan juni
Dirahasiakannya rintik
rindunya
Kepada pohon yang berbunga
itu
Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan juni
Dihapusnya jejak-jejak
kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan juni
Dibiarkannya yang tak
terucapkan
Diserap akar pohon bunga
itu
Sapardi Djoko Damono, 1989
Setelah semua terketik rapi, kutekan "enter" sembari berharap syair itu sampai di gengaman mu, pesan ini ku tutup dengan "aku suka syair ini, aku kirimkan ke kamu. aku rindu."
Beberapa menit setelah itu, terdengan bunyi ping, tanda ada pesan yang datang.
"aku nggak tahan sama jarak ini, aku tak meminta banyak. hanya kamu. Ilmu yang aku punya masih
sangat sedikit. Aku cuma punya keinginan yang kuat untuk jalan menuju Tuhanku, dengan menjadikanmu ladang menuju tempat terindah yg dijanjikan. sesederhana itu saja inginku."
Sulit untuk bisa membalas pesan mu, karena akupun ragu atas kemampuanku membawamu pada tempat yang telah dijanjikan Tuhan itu. Aku hanya ingin berpelukan tanpa ada celah bagi udara di sisi kita. Pelukan sekuat yang kamu bisa.
"Aku bimbing kamu untuk bermandi di bawah hujan. Hujan, kehidupan yang turun dari langit, turun ke bumi melepas bau patrichor menuai subur pada tanah, menjelma udara. Muhammad pembawa risalah keselamatan itu adalah lelaki penggemgam hujan. Hujan, seumpama wahyu yang turun dari langit."
"Aku hanya bisa membawamu menari di bawah hujan dengan genggaman tanganku. Setiap rintiknya ada dzikir kehidupan, di setiap rinainya ada harapan, di setiap gemericiknya ada asa."
"Aku hanya bisa membawa mu bermain di bawah hujan. Berenang digenangan ilmu pengetahuan. Ilmu ku sedangkal genangan air hujan di pinggir jalan yang perlahan mengalir keselokan, tak banyak menampung apapun, tapi aku bisa menggenggam tanganmu, menari di bawah hujan."
dalam hati aku berbisik meminjam kalimat "pegang tanganku, kita akan menari di bawah hujan"
*
Ah... Hujan bulan juni memang tabah, ia mampu rahasiakan rindunya pada pohon yang berbunga itu. Aku tidak, aku tidak bisa rahasiakan rinduku pada mu wahai pohon yang telah berbunga.***